20 Jan 2010

MENJADI SUKSES

MENJADI SUKSES

Banyak tayangan televisi yang menayangkan tentang kesuksesan juga sering kita lihat di berbagai buku dan seminar-seminat tentang kesuksesan, metode dan cara memompa diri agar menjadi pribadi yang sukses, berhasil, berkedudukan tinggi, yang didalamnya diberikan banyak tips untuk menjadi orang yang sukses, sukses secara finansial, sukses dalam pekerjaan, sukses marketing, juga sukses-sukses yang lain.
Dalam berbagai kesempatan tersebut kita ditawarkan berbagai macam kesuksesan yang selalu bermuara pada sukses secara materi, menjadi kaya, berkecukupan, segala punya. Entah itu didapat dari jabatan yang tinggi, atau juga dari popularitas yang didapatkan. Sadar atau tidak kita sebagai konsumen media digiring untuk memahami bahwa suses identik dengan materi, sukses adalah kaya, sukses adalah uang.
Sukses merupakan pencapaian dari tujuan, jika kita merujuk pada tujuan kita maka apakah memang itu yang kita cari?
Ini tentu saja berkaitan dengan adegium barat yang sudah populer, yaitu waktu adalah uang.
Tentu saja tidak salah menjadi kaya, namun satu hal yang pasti, bagi seorang yang beragama, muslim, materi dan uang adalah alat dan bukan tujuan. Alat untuk menjadi kebaikan, untuk berbuat amal sholeh.
Budaya barat yang bersumber dari filsafat materialisme dan rasionalisme merupakan akar permasalahan tersebut. Ketika semua diukur dari kemampuan materi, semua harus berwujud nyata dan masuk akal maka itu berarti menghilangkan hal-hal yang abstrak dan tidak dapat diindera, padahal secara instingtif manusia menyadari yang tidak dapat diindera tersebut, menyadari ada hal-hal yang tidak rasional.
Apakah itu berarti segala materi dan rasio adalah semu? Sebagaimana filsafat plato, bahwa yang nyata adalah dunia ide, dunia adalah kosong, kosong adalah isi dan seterusnya.
Pada dasarnya kita sudah ditunjukkan jalan yang terbaik oleh Allah, bahwa kita dianjurkan untuk tidak melupakan urusan kita didunia karena dunia adalah ladang amal sedangkan akhirat adalah tujuan dan akhirat adalah sebaik-baik tempat kembali.
Ini berarti ada sinergi yang baik antara urusan duniawi dan urusan ukhtowi, karena keduanya sebenarnya tidak dapat dippisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya berkaitan. Kita tidak diperintahkan dengan serta merta meninggalkan hal-hal duniawi, karena urusan dunia adalah jalan kita untuk mendapat pahala, dunia adalah ladang amal sholeh, apalagi sebaliknya. Akan tetapi kita harus melandasi setiap tindak tanduk, prilaku, dan perbuatan serta pekerjaan kita dengan tujuan yang lebih hakiki, akhirat, Ridho Allah.
Untuk menjadi sukses berati menyeimbangkan urusan dunia dengan urusan akhirat dan mendasari setiap langkah kita dengan Ridho Allah.
Semoga kita menjadi pribadi yang dirindukan surga. Amin.

Kata Mutiara:
“Wanita ialah Bagian diri kita yang terpisah, maka bersama wanita berarti kita menemukan diri kita kembali”



Sujud

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.


Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.

Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.

Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih

Puisi karya Gus Mus (KH. Musthofa Bisri)

Tidak ada komentar: